Zaman sekarang riba menjadi suatu amalan buruk yang sering dilakukan oleh kaum muslim. Padahal di dalam aliran Islam, riba menjadi salah satu perbuatan yang dilarang dalam segala bentuk. Namun, banyak kaum muslimin yang tidak menyadari hal tersebut.

Buktinya masih banyak saja orang yang bergelut dengan segala sesuatu yang berbau riba. Bahkan mereka semakin hari justru banyak orang yang melakukannya karena tergiur dengan keuntungan yang besar. Padahal perbuatan riba ini termasuk ke dalam golongan dosa besar.

Dampak buruk yang disebabkan oleh riba ini bahkan bisa membinasakan pelakunya di dunia dan alam abadi kelak. Tidak cukup hingga di situ, bahkan ada pula bahaya dari Yang Mahakuasa bagi para pelaku riba ini. Ancaman apakah yang dimaksud? Berikut isu selengkapnya.

Orang yang tetap melaksanakan perbuatan riba mesti telah dilarang oleh Yang Mahakuasa maka mereka diancam akan diperangi. Bukannya diperangi oleh sesama manusia, akan tetapi Yang Mahakuasa dan Rasul-Nya lah yang akan memeranginya. Hal ini tertuang dalam firman Yang Mahakuasa SWT:

“Maka kalau kau tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Yang Mahakuasa dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan kalau kau bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kau tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah: 279)

Maksud dari ayat di atas adalah, apabila kita tetap mengambil riba maka Yang Mahakuasa SWT mengancam perang kepada orang tersebut. Namun kalau ia bertaubat, maka ia hanya mengambil harta pokoknya saja tanpa mengambil komplemen ribanya.

Perbuatan riba ialah salah satu prilaku zalim, hal ini dikarenakan kita mengambil lebih dari harta pokok yang sebenarnya. Dengan demikian maka kita sudah menganiaya orang yang kita ambil hartanya lewat jalur riba tersebut.

Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Jika ada yang tidak mau berhenti dari memakan riba, maka pemimpin kaum muslimin wajib memintanya untuk bertaubat. Jika tidak mau meninggalkan, maka dipenggal lehernya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 2: 286)

Pada dasarnya, dikala seseorang meminjamkan sebagian harta kepada orang lain seharusnya perbuatan itu bertujuan untuk menolong dan menunjukkan akomodasi kepadanya. Maka janganlah persulit orang tersebut dikala melunasi utang tersebut dengan menunjukkan penambahan jumlah uang yang harus dikembalikan.

Bahkan apabila orang yang berhutang belum bisa membayar hingga batas waktu yang ditentukan maka berikanlah akomodasi dengan cara penundaan pelunasan hingga orang tersebut memiliki harta. Kemudahan lain bisa jadi pula berzakat dengan cara memutihkan utang atau menggugurkan sebagiannya. Yang Mahakuasa Ta’ala berfirman:

“Dan kalau (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh hingga beliau berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, kalau kau mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 280).

Dari salah seorang teman Rasulullah SAW, Abul Yasar. Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa ingin menerima naungan Yang Mahakuasa ‘azza wa jalla, hendaklah beliau memberi batas waktu tenggang bagi orang yang mendapat kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan beliau membebaskan utangnya tadi.” (HR. Ahmad, 3: 427. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Ibnu Katsir mengatakan, bersabarlah pada orang yang susah yang sulit melunasi utang. (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 2: 287).

Demikianlah isu mengenai bahaya yang akan diberikan Yang Mahakuasa SWT kepada para pelaku riba. Ternyata orang yang gemar berbuat riba akan diperangi oleh Yang Mahakuasa dan Rasul-Nya. Maka dari itu, hindarilah perbuatan riba yang jelas-jelas merugikan bagi kehidupan di dunia ataupun di alam abadi kelak. Bahkan ada siksaan yang amat pedih di neraka bagi mereka yang melanggarnya.


EmoticonEmoticon